Sudut Pandang Catherine Heywood

Tuesday, February 4, 2020



Hallstatt, Austria 1821
Untuk Saudariku tersayang;
Anna Heywood

Sambil menulis ini aku berada di depan Danau Hallstattersee pada penghujung musim gugur yang sepi. Dimana air danau yang dingin dan bening tak hanya memantulkan jajaran pegunungan Dachstein yang kokoh berdiri tenang disekelilingnya. Namun juga warna langit sore yang muram keunguan. Menguarkan wangi pinus ke udara. Bercampur dengan aroma mawar merah yang menjalari setiap dinding rumah-rumah tradisional penduduknya di Pedesaan Hallstatt. Membuatku merindukan hangatnya perapian, selimut tebal dan buku-buku bacaan di perpustakaan rumah kita di Inggris.

Sembari duduk menatap Danau Hallstattersee aku menulis untuk merefleksikan jalan yang sudah kutempuh selama dua puluh lima tahun usiaku. Kau tentu tidak akan menyangka jika jalan hidupku disini nyatanya mengalir mengikuti alur dalam novel klasik yang sempat kau gemari. Kini aku merasa seperti Anne Elliot dalam Persuasion yang ditulis oleh Jane Austen.

Membaca kembali novel tersebut dengan pemahaman yang lebih bijaksana, membuatku semakin mengagumi ketabahan Anne; ditengah orang-orang yang tak sengaja melukai hatinya. Apalagi disaat Kapten Wentworth datang ke Kellynch lalu tinggal tak jauh dari kediaman Anne. 


Meskipun menanggung derita akibat kedatangan Sang Kapten, perilaku Anne yang begitu lembut dan santun membuat orang-orang disekelilingnya tak menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Anne adalah tipikal perempuan yang sangat kuat. 


Mungkin aku tidak seutuhnya sama seperti Anne Elliot yang begitu anggun dan dewasa dalam menghadapi segala sesuatu. Karena aku masih belum bisa memandang Frederick dengan perasaan yang sama ketika aku memandang teman-temanku di Hallstatt. Frederick bukanlah Kapten Wentworth. Dan seringkali kenyataan berbanding terbalik dengan akhir cerita di dalam novel roman yang kita baca.

Meskipun begitu aku selalu merasa ada sesuatu yang familiar mengenai Frederick yang mengingatkanku pada Sang Kapten dan diriku sendiri. Bahkan ketika kami pertama kali bertemu. Meskipun pada awalnya aku tidak bisa menjelaskannya, namun seiring berjalannya waktu aku menemukan sebuah teori mengenai kembar-jiwa yang tak sengaja kubaca di salah satu halaman buku tua. Yang sepertinya bisa menggambarkan mengenai keadaan jiwa kami berdua. Seolah-olah aku merasa ditarik kembali pada waktu-waktu tertentu dalam hidupku setiap kali aku mengingatnya.

Frederick ternyata pernah tinggal di Yorkshire saat Ia berumur lima tahun. Dan aku bahkan tidak  menyadari bahwa dulu aku juga pernah pergi kesana. Kesadaran ini muncul begitu saja di masa-masa saat aku masih bersama dengan Frederick; bahwa padang rumput luas yang sewaktu kecil pernah keluarga kita datangi selama beberapa minggu itu adalah Yorkshire yang muram; yang jarang sekali menjadi tempat favorit orang-orang untuk berwisata. Mungkin saja sebenarnya aku dan Frederick pernah berpapasan saat itu karena dia juga bersekolah disana.

Dan yang tak kalah mengejutkannya adalah tatkala selang dua puluh tahun kemudian pria itulah yang justru mendapat giliran untuk datang ke Hallstatt. Yang letaknya ribuan mill jauhnya dari Kota London. Bahkan tak hanya sekedar datang tapi dia juga menemuiku.

Di lain kesempatan, aku pernah tak sengaja melihat nomor seri kereta kuda miliknya yang terasa begitu familiar. Sampai akhirnya aku menyadari jika nomor seri keretanya tersebut sama persis dengan nomor seri kereta kuda milikku di Inggris yang masih dirawat hingga kini. Kau tentu saja masih ingat sejarah dibalik nomor seri tersebut. Dan mengapa aku bersikeras mencantumkan nomor tersebut di keretaku.

Dan masih banyak lagi hal-hal yang kualami yang entah mengapa sebagian besarnya bersinggungan dengan diri Frederick. Tapi, meskipun kehidupan kami pada akhirnya tidak berujung seperti dalam novel Persuasion; aku justru belajar banyak hal dari laki-laki tersebut. Dan bahwa aku kini telah menjadi sosok yang berbeda. Sosok yang mampu untuk menertawakan dirinya sendiri.

Setiap kali aku mengingat masa-masa dengan Frederick, alih-alih menggerutu, aku akan selalu ingat lelucon ini bahwa meskipun dulu aku pernah merasa jatuh cinta pada seorang pria; namun kenyataannya aku malah melampaui tahapan tersebut dan langsung jatuh, terjun-meluncur bebas, sehingga karam dan tenggelam.

Namun untungnya aku masih bisa berenang!


Saudarimu yang tegar,



Catherine Heywood

0 comments: