Jika kamu jeli mengamati sebenarnya kebanyakan manusia itu menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berbicara dengan orang lain. Tapi apakah kamu ingat kapan terakhir kali kamu berbicara dengan dirimu sendiri? Atau justru kamu merasa orang-orang yang berbicara dengan diri mereka sendiri itu gila?
Bagi saya pribadi berbicara dengan diri sendiri itu normal. Bahkan merupakan sebuah kebutuhan. Seperti saat saya menulis ini pun sebenarnya saya sedang berimajinasi dan berbicara dengan diri saya sendiri. Dan pembicaraan saya dengan diri sendiri bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan dipicu oleh berbagai macam hal di dunia ini. Tidak harus selalu peristiwa besar dan spekatakuler. Bahkan pemicunya seringkali merupakan hal-hal kecil dan dangkal seperti sesederhana mendengarkan lagu “You’re not from here-nya” Lara Fabian.
I don’t know what is going on. You turn around and touch my heart. A silent moment speaks the truth. Something has happened all at once…. ¯¯¯
Dalam bayangan kali ini aku melihatmu (diriku yang dulu) mengatakannya. Sejujurnya aku menyayangimu dari semenjak dulu, sekarang, di masa depan dan bahkan untuk selamanya. Tapi biarkanlah aku mengomelimu terlebih dahulu. Kau pasti ingat apa yang kumaksudkan. Dan perasaanmu bahkan bercampur aduk ketika mengingatnya. Kau kebingungan antara ingin meledak atau berpura-pura tegar seolah semuanya baik-baik saja, bukan? Tapi bagaimanapun itu semua sudah berlalu. Seperti membuka buku catatan amal di Hari Pembalasan. Sia-sia saja jika kau ingin memperbaikinya.
It should have scared me in advance…. ¯¯¯
Bagaimanapun di masa depan kau harus punya batasan. Dunia ini luas dan beragam. Tak hanya dihuni makhluk-mahkhluk berhati malaikat sebagaimana orang-orang ditempatmu dibesarkan. Tak sedikit di dalamnya banyak jiwa-jiwa setan bersemayam.
But I was falling in those eyes of yours and so fear was gone. I knew there was nothing else I’d ever want…. ¯¯¯
Begitulah dirimu yang dulu. Dan terkadang di beberapa waktu di masa sekarang kau masih seperti itu. Memandang semua orang dengan tatapan bahagia tanpa peduli ada pisau dibalik tangan mereka. Tapi tak mengapa; aku tak berhak menghakimimu lebih jauh. Bagaimanapun dari awal aku sudah menyatakan bahwa aku akan menyayangimu untuk selamanya. Utuh dan apa adanya. Aku kagum padamu yang selalu yakin akan perlindungan-Nya.
I know you. You’re not from here…. ¯¯¯
“Kampung halaman kita memang bukan di sini. Bukan di dunia ini. Ada masanya aku akan kembali. Dan semua penderitaan ini akan berakhir. Ini hanya sementara,” katamu pada suatu hari yang hujan. Tepat ketika kita sama-sama terdiam. Entah karena dada terlalu sesak oleh berbagai pertanyaan atau begitu kosong tanpa menyisakan satupun pertanyaan.
I’ve waited you to appear to take my breath away. And make me weep. Just a touch of yours and I fly, and I fly, and I fly…. ¯¯¯
“Karena aku meyakininya maka aku harus mengusahakannya. Agar kepulanganku nanti tidak percuma,” tekadmu. Maka alih-alih terpuruk-meratapi kau justru bekerja keras untuk mewujudkannya. Kau berubah. Sikapmu tak lagi seegois dulu. Kau lebih banyak melihat ke dalam dirimu. Mengurangi sedikit demi sedikit kebiasaan menghakimi perilaku orang lain hanya dari sudut pandang dirimu sendiri. Dan menolak peran sebagai korban sesakit apapun cobaan yang kau hadapi.
Dan kini, setiap hari yang berlalu hanya menjadi penambah rindu untukmu. Menjadi tanda yang kerap kau syukuri bahwa semakin dekatlah waktu kepulanganmu itu. Orang-orang di luar dirimu tentu saja tidak mengerti. Hanya aku saja yang mengerti pikiran rahasiamu itu.
I can’t get used to missing You. If this is how it’s gotta be. I need an angel to watch over me. No one can hold the hands of time. But I can hold You in my mind. Over and over like a melody…. ¯¯¯
Betapa mengherankannya bahwa kini dirimu menjadi begitu merindukan sesuatu justru tepat di saat kau tengah kehilangan sesuatu yang lain. Sesuatu yang kau rindukan kali ini berbeda. Tidak membuatmu cemas dan bertanya-tanya seperti ketika dulu kau memilikinya. Alih-alih, justru menimbulkan rasa tenang. Mungkinkah ini rahmat-Nya yang disamarkan?
Tuhan terlalu pemurah untuk mempermainkanmu.
0 comments:
Post a Comment