Sebuah Surat Bisu

Saturday, December 14, 2019


Ranting pohon apel menggores kaca jendela di belakangku. Gemuruh angin dan hujan lebat yang mengguyur Inggris kali ini membuat Yorkshire dilanda badai. Aku bisa mendengar papan pelapis pintu yang diterpa angin terbanting berkali-kali ke dinding. Membuatku tak bisa tidur. 

Jika cuaca sedang buruk seperti ini biasanya pikiranku akan mengembara jauh sekali ke belakang. Pada masa-masa saat Frederick masih tinggal disini. Aku menghela napas panjang, berjalan menuju perapian. Setelah sesaat memandangi api di depan tembok perapian dan menambahkan kayu bakar ke dalamnya, kupikir menulis surat akan membuatku merasa jauh lebih baik. 

Yorkshire, 15 Desember 1924

Dear, Frederick…

Aku memang bukan orang yang mudah melupakan sesuatu dalam hidupku. Tak terkecuali; Kau. Dan demi melegakan perasaanku, izinkanlah aku menulis surat ini untukmu. Meskipun saat nanti kau membacanya, aku pastilah sudah sangat jauh terkubur dalam ingatanmu.

Malam ini, Yorkshire dilanda badai salju yang ganas ― yang setiap jamnya terasa bagai bencana. Aku pikir badai yang melanda Bath delapan tahun silam adalah yang terburuk. Karena saat itu aku terperangkap dalam salju ganas yang tiba-tiba turun di tengah-tengah perjalanan pulang menuju Paddington. 

Aku masih ingat betapa ketakutannya diriku saat itu. Tatkala berjalan seorang diri menyusuri hamparan salju yang menutupi jalanan yang kujejaki. Semuanya dingin, gelap dan muram. Dan kukira aku akan mati membeku di sana seorang diri. Tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal kepada siapapun ― jika saja kau tak berbaik hati menyelamatkanku yang sedang kebingungan mencari jalan pulang diantara pohon-pohon pinus yang berkelindan di hutan pada waktu itu ― karena sebagai anak gadis paling badung di seantero Camden saat itu, aku tersesat akibat kabur diam-diam dari pesta dansa yang diadakan oleh Mrs. Monroe.

Pada kenyataannya, sekarang aku merasa bahwa badai salju bukanlah hal paling buruk yang pernah kualami. Tapi, kehilangan orang yang jelas-jelas masih hidup adalah hal yang menurutku paling buruk. Terutama jika orang tersebut adalah seseorang yang kau cintai. Dan semakin bertambah buruk tatkala orang yang kau cintai ternyata jenis manusia yang tak punya hati. 

Malangnya, aku bukanlah orang yang gampang melupakan. Bukan pula orang yang bisa mencintai orang lain hanya separuh hati. Dalam kurun-kurun waktu berkabung yang begitu panjang dan menyakitkan, tak jarang aku menyalahkan dan merutuki diriku tanpa belas kasih.

Selama dua puluh lima tahun usiaku, aku tak pernah merasa dipermainkan oleh siapapun hingga terluka separah ini. Perlu waktu berminggu-minggu untuk reda dari tangisku sendiri, dan berbulan-bulan kemudian untuk pulih dan mencintai diriku kembali, serta bertahun-tahun setelahnya untuk bisa mengikhlaskan apa yang sudah terjadi. 

Terkadang aku ingin sekali meyakini bahwa masih ada bagian terkecil dari hatimu yang manusiawi dan berfungsi. Namun, sekarang aku memilih untuk menjauh dan tak lagi peduli. Bukan karena aku tak bisa memaafkanmu. 

Tapi terutama sebagai cara untuk memaafkan diriku. Sebab apabila bertemu dan berbicara kembali; pada akhirnya akulah yang tak akan sanggup memaafkan diriku sendiri sebab telah terjatuh dan mencintaimu sekali lagi. 


Kini aku tak lagi menyebut namamu dalam doa-doaku. Meskipun sesekali kau masih datang dalam mimpi. 

Tertanda

Anne Wordsworth 
Yang memikirkanmu

Aku mengakhiri tulisanku. Rasanya lega sekali meskipun surat tersebut tidak akan pernah kukirimkan pada Frederick.

0 comments: