Salah satu alasan terbesar kenapa kita harus membaca buku adalah untuk menambah ilmu pengetahuan. Tapi sayangnya, masih banyak orang yang tidak suka membaca buku bahkan membencinya. Selain itu masih banyak pula manusia-manusia di dunia ini yang meremehkan orang-orang yang hobinya membaca. Padahal membaca memberikan kita banyak keuntungan. Keuntungan membaca selain untuk mendapatkan pengetahuan juga untuk melatih kepekaan dan rasa empati.
Di zaman yang serba individualis ini, orang-orang dengan sikap empati sudah semakin langka, tergerus dan tergantikan oleh orang-orang dengan sikap materialistis, narsis dan apatis. Oleh karena itu, sebagai orang yang concern pada dunia pendidikan dan tertarik pada literasi, saya miris sekali ketika melihat generasi muda Indonesia saat ini terutama para siswa usia sekolah dasar hingga menengah, yang minat bacanya hanya bertahan di level itu-itu saja; sebatas membaca iklan, pesan singkat dan berita gosip. Tidak heran, jika tingkat literasi Indonesia di tahun 2018 terpuruk di peringkat 62 dari 70 negara berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PISA. Dan kemerosotan mental banyak terjadi dimana-mana yang diakibatkan karena kurangnya membaca.
Dari berbagai macam alasan yang melatar-belakangi keengganan orang-orang untuk membaca, sebenarnya ada tiga alasan utama yang membuat seseorang tidak suka membaca.
1. Membaca Nampak Tidak Keren
Sudah sejak lama kegiatan membaca diasosiasikan dengan sesuatu yang membosankan karena cukup duduk sendirian dan konsentrasi kamu sudah bisa membaca. Sementara itu kita tahu bahwa dunia tempat kita tinggal ini di dominasi oleh orang-orang ekstrovert; manusia-manusia petualang haus perhatian yang lebih senang mengobrol dan traveling alih-alih membaca.
Sehingga wajar saja jika banyak orang di luaran sana menghakimi kegiatan membaca buku sebagai aktivitas yang membosankan dan tidak mengasyikan karena memang presentase orang-orang yang senang membaca itu sangat langka dibandingkan keseluruhan penduduk dunia.
Selain itu hal ini juga diperparah dengan munculnya sebutan kutu buku yang dialamatkan kepada orang-orang yang senang membaca tersebut. Sebutan ini seringkali bukan ditujukan sebagai apresiasi pada yang menerima tetapi sebagai sarana mengejek dan mencela yang semakin diperparah dengan image kutu buku dalam tontonan yang digambarkan tidak menarik.
Dua alasan ini pada akhirnya menumbuhkan mindset pada sebagian besar masyarakat Indonesia yang penduduknya masih awam akan manfaat literasi bahwa membaca buku itu tidak keren sama sekali. Hanya orang-orang yang kurang gaul dan tidak punya banyak teman yang melakukannya. Padahal, banyak orang-orang hebat di dunia ini dari mulai ilmuwan hingga pengusaha adalah para pembaca buku yang sangat akut.
2. Materi Bacaan Yang Tidak Menarik
Bagi orang yang awam akan literasi, menemukan materi bacaan yang menarik itu bisa sangat penting karena jika bacaannya menarik diharapkan hal tersebut mampu menumbuhkan motivasi untuk membaca buku lebih banyak lagi. Sayangnya, kesempatan ini seringkali disia-siakan terutama oleh pemerintah.
Pemerintah seolah hanya aktif menyerukan pada sekolah-sekolah agar siswanya melek literasi dengan mengadakan program PPK (15 menit membaca sebelum belajar) dan memperbanyak kuantitas buku-buku pengetahuan dan buku-buku pengarang Indonesia zaman dulu tanpa mempertimbangkan bahwa anak-anak usia tertentu mempunyai topik-topik bacaan khusus yang mereka sukai seperti novel remaja (teenlit) yang sedang update dan jumlah kata yang mampu mereka baca dalam setiap bagiannya dalam rentang waktu tertentu.
Berapa banyak masyarakat Indonesia yang selama hidupnya hanya sebatas pernah membaca novel klasik Sitti Nurbaya atau Salah Asuhan yang cukup berat itu pun hanya sekilas ketika di bangku SMA dan karena ditugaskan oleh guru Bahasa Indonesia. Yang ujung-ujungnya tetap membuat mereka tidak tertarik untuk membaca dan malah mengasosiasikan membaca sebagai kegiatan yang tidak menyenangkan.
Buku-buku di perpustakaan yang tidak update dengan perkembangan zaman, jumlah kata yang terlalu banyak di setiap bagiannya serta jenis bacaan yang hanya itu-itu saja ibarat air yang memadamkan minat baca anak-anak Indonesia yang masih perlu untuk terus dimotivasi dengan bacaan-bacaan yang menarik.
Saya tidak mengatakan bahwa karya sastra klasik Indonesia seperti Sitti Nurbaya dan Salah Asuhan tidak menarik. Kedua buku itu justru sangat bagus dan menarik dan anak-anak harus membacanya. Tapi, anak-anak juga perlu diperkenalkan dengan jenis buku lain yang update dengan perkembangan zaman.
Mencontoh pada negara-negara maju di Eropa sana, anak-anak usia sekolah sedari awal sudah diperkenalkan dengan buku-buku klasik dan populer yang sedang update dari negaranya dan juga luar negeri yang sudah disadur ulang oleh pemerintah dimana jumlah kata per-bab-nya disesuaikan dengan jenjang pendidikan sang anak. Selain itu, di setiap chapter disisipkan pertanyaan-pertanyaan terkait bab yang mereka baca dan harus mereka jawab. Sehingga guru yang mengajar di kelas bisa memastikan bahwa anak-anak yang melaksanakan program PPK memang benar-benar membaca bukan hanya sekedar membolak-balik halaman buku.
Seharusnya Indonesia juga seperti itu. Pemerintah seyogyanya menyiapkan tim untuk menyadur buku-buku klasik dan populer dalam dan luar negeri yang jumlah kata di setiap bab dalam buku yang disadur disesuaikan dengan rentang usia, waktu dan pendidikan anak. Lalu menyebarluaskan buku-buku saduran tersebut ke sekolah-sekolah sebagai fasilitas untuk menunjang program PPK melek literasi dimana program PPK yang saat ini digalakan masih mengandalkan para siswa untuk membawa buku masing-masing supaya diganti jadi difasilitasi oleh sekolah. Agar tidak ada lagi anak yang beralasan tidak membawa buku saat program PPK dilaksanakan.
3. Kemampuan Membaca Yang Kurang
Orang-orang dengan kemampuan membaca yang kurang dan jarang dilatih akan sulit untuk menikmati kegiatan membaca buku-buku bagus yang berkualitas karena membaca itu menuntut konsentrasi. Ketika orang-orang ini membaca dengan tempo yang lambat demi memahami alur atau pesan yang ingin disampaikan penulis, hal tersebut bisa mengakibatkan mereka frustasi. Apalagi jika ditambah dengan bahan bacaan yang tidak menarik.
Tentunya hal ini bisa membuat mereka merasa tidak kompeten. Sehingga bagi orang-orang ini membaca adalah kegiatan yang membuang-buang waktu saja dan tidak menyenangkan. Oleh karena itu mereka jadi enggan untuk membaca.
Itulah menurut saya 3 alasan utama yang sebenarnya melatar-belakangi seseorang malas membaca buku. Padahal orang-orang yang membaca buku itu keren lho. Apalagi jika dia seorang perempuan. Pasti masih banyak yang belum pernah baca kutipan bahwa The most dangerous creature on Earth is a well-read woman! Bukan pria apalagi makhluk mitologi.
Kok bisa gitu? Bisa dong! Karena a well read woman bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka membaca. Tengok saja sejarah, wanita-wanita dengan insting kecerdasan yang diasah dari hobi membaca bahkan bisa menumbangkan sebuah negara, menjebloskan orang ke penjara bahkan menghancurkan karier dan kehidupan seseorang.
0 comments:
Post a Comment