Dari Bohemian Hingga Serigala

Saturday, August 17, 2019

Apakah kamu pernah merasa, “Kok hidup gue gini-gini aja, ya?” ketika di suatu pagi yang cerah kamu terbangun dari tidur lelapmu dan tiba-tiba saja kamu teringat jika sebagian besar waktumu dihabiskan untuk bekerja. Sementara di belahan dunia yang lain, orang-orang seusiamu nampaknya sedang menikmati hidup yang lebih berwarna.

Seketika kamu merasa pilu, bertanya-tanya dalam hati apa yang salah dengan hidupmu. “Ngebosenin banget deh hidup gue! Kayak nggak ada warnanya gitu. Kerja -  rapat – lembur - abis gitu pulang ke rumah. Besoknya gitu lagi. Bosenin banget nggak sih hidup gue?” Mungkin itulah kata-kata frustasi yang seringkali kamu lontarkan pada diri sendiri.

Perasaan bosan itu nyatanya semakin menjadi-jadi tatkla kamu membuka pintu lemari dan melihat deretan baju-bajumu yang di dominasi warna-warna kelam serupa hitam, coklat dan abu-abu. Dengan pola garis-garis dan motif kotak-kotak serta sederet kain batik yang belum sempat dijahit. Hampir semua isinya adalah baju kerja. Baju dinasmu yang warnanya itu-itu saja.

Pernah mengalaminya? Kamu menganggukan kepala. Sama dong! Saya juga. Tapi jangan khawatir! Kebosananmu akan segera berakhir. Karena saya akan memberi tahu kamu solusinya.

Kalau kamu pernah dengar quote yang bilang, “You are what you wear” bisa jadi ada benarnya juga. Bisa jadi inilah momen dimana kamu harus mengubah gaya berpakaianmu. Lewat tulisan ini saya ingin berbagi tentang pemikiran saya tersebut.

Dari semua gaya berpakaian, saya paling suka dengan gaya bohemian. Selain eksentrik, gaya ini juga sangat individualis. Karena bergantung pada kreatifitas dan tingkat percaya diri pemakainya. Tidak ada aturan baku untuk mengaplikasikan gaya bohemian ini. Sehingga setiap orang bisa menampilkan gaya bohemian sesuai dengan karakter dan keinginannya masing-masing.

Sedikit sejarah tentang bohemian, gaya berpakaian ini booming pada tahun 1950-an ketika banyak dipakai oleh para traveler dunia. Gaya bohemian terinspirasi dari kaum gypsy yang tinggal secara nomaden di Eropa Timur (diperkirakan berasal dari orang-orang India atau Spanyol yang bermigrasi ke sana).

Singkat cerita, dikarenakan iklim yang dingin dan kebiasaan hidup mereka yang nomaden di alam liar, orang-orang gypsy di sana telah terbiasa memakai baju yang berlapis-lapis untuk menahan hawa dingin tersebut, sehingga terciptalah gaya yang “sangat” berbeda dari masyarakat pada umumnya - gaya yang terlihat sangat eksentrik, anti-mainstream, penuh warna namun tidak urakan. Malah, gaya ini lebih terkesan artsy dan unik karena banyak memadukan motif etnik dan pola kain yang rumit.

Selain untuk menahan hawa dingin, penggunaan baju yang dipakai berlapis-lapis ini juga dimaksudkan untuk mengurangi beban bawaan mereka ketika berpindah-pindah. Sehingga menambah nilai kepraktisan.

Gaya bohemian yang terinspirasi dari kaum gypsy ini biasanya didominasi oleh rok-rok lebar dengan warna-warna yang cerah, baju longgar berenda, motif-motif tribal, kalung etnik, turban dan bandana. Sehingga bisa dipakai untuk menyamarkan bentuk tubuh pada wanita yang kurus disamping memberikan kesan “kreatif sekaligus misterius" pada pemakainya. Selain itu, pemakaian sandal gladiator juga lazim pada gaya berpakaian ini.

Selain sandal gladiator, gaya bohemian juga tak jarang memadu-padankan dress dengan sepatu boots. Penggunaan sepatu boots seperti ankle boots akan memberikan kesan yang sedikit edgy atau maskulin pada tampilan bohemian namun tidak sampai merusak kesan feminim yang ada pada dress.

Sangat berbeda jika kamu memadu-padankan dress dengan sepatu yang lain, semisal: high-heels, flat shoes, stiletto apalagi sandal. Kamu tidak akan mendapatkan kesan kombinasi tampilan maskulin-feminin, kreatif dan tangguh yang sempurna seperti halnya jika kamu memadu-padankan dress dengan sepatu boots seperti pada gaya bohemian.

Bagi saya yang kurang suka mengikuti trend dan lebih memilih untuk mengikuti aturan saya sendiri, tentu saja gaya bohemian ini adalah solusi. Apalagi, saya juga kurang menyukai gambaran perempuan polos atau juga sebaliknya – perempuan yang terlalu tomboy urakan seperti laki-laki; yang seringkali tergambar jelas pada gaya berpakaian dengan unsur feminitas atau maskulinitas yang kuat. Seperti pada gaya berpakaian shabby chic yang penuh bunga-bunga atau sporty bak pemain sepak bola.

Gaya bohemian tidak seperti itu. Gaya ini justru memadu-padankan feminitas dan maskulinitas tersebut menjadi bentuk yang unik dan kreatif. Saya bisa terlihat feminim sekaligus juga edgy dalam waktu yang bersamaan ketika mengaplikasikan gaya bohemian. Hal ini sesuai dengan ekspresi alami jiwa saya. Dan kehendak saya pribadi. Seperti ada sebuah kontradiksi dalam satu tubuh. Seolah-olah kamu bisa melihat perpaduan dua karakter yang bertolak-belakang di dalamnya.

Oleh karena itu, ketika kamu merasa butuh untuk meningkatkan rasa percaya diri dan mengasah kreatifitas, gaya bohemian ini bisa kamu coba. Bagi yang tidak terbiasa dengan gaya ini, mungkin pada awalnya akan merasa canggung dan risih karena gaya ini cenderung menjadikan si pemakai pusat perhatian akibat warna-warna dan motifnya yang stand out di keramaian. Tapi, anggap saja itu sebagai bagian dari proses mengekspresikan diri. Bahkan mie instan yang instan saja tidak pernah benar-benar instan. Tetap butuh proses untuk bisa dimakan.

Satu hal yang paling saya suka dari gaya bohemian adalah aksesoriesnya. Perpaduan motif etnik yang unik dengan kombinasi batu-batuan berwarna bold, material kayu serta bulu-bulu unggas pada aksesoris bertema bohemian menambah kesan personal dan tradisional saat dipakai. Sehingga membuat pemakainya terlihat membumi namun juga imajinatif dalam waktu yang bersamaan. Dan karena gaya bohemian melampaui batasan standar berpakaian pada umumnya alias “semau gue,” pemakaian aksesorisnya pun menjadi tidak dibatasi.

Seorang bohemian tetap bisa terlihat “cantik” meskipun mengenakan lebih dari 5 cincin di jarinya. Satu jari bisa dipasangi 2 hingga 3 cincin sekaligus. Tentunya dengan bentuk cincin yang lagi-lagi anti-mainstream.

Sebagai seorang manusia yang suka dengan segala sesuatu yang bermakna. Saya ingin motif cincin bohemian saya juga bermakna. Misalnya, saya dulu ingin punya cincin bohemian berbentuk kepala gajah atau (Ganesha) yang diukir, atau kalung dengan liontin bertuliskan wolf (serigala). Sehingga jika ada yang bertanya saya bisa menjelaskan maknanya bagi saya secara pribadi. Tidak semata-mata karena alasan lucu atau sedang booming saja.

Kenapa kepala gajah atau Ganesha, misalnya, karena saya suka ilmu pengetahuan maka ini ada hubungannya dengan Ganesha. Ganesha sendiri adalah salah satu dewa ilmu pengetahuan maka saya jadikan gambarnya sebagai ukiran cincin di jari saya. Supaya saya selalu ingat untuk cinta ilmu pengetahuan dan cinta belajar seumur hidup saya.

Atau misalnya, kenapa saya ingin kalung bertuliskan wolf alih-alih kalung yang bertuliskan nama saya seperti orang-orang kebanyakan, jawabannya adalah karena saya sangat mengagumi kepemimpinan seekor serigala di dalam kelompoknya.

Selama ini, serigala seringkali dipandang negatif. Bahkan dikaitkan dengan domba. Maksud saya, dikata-katain serigala berbulu domba (Haha, maap ini random). Padahal, ada hal lain yang lebih keren yang bisa kita bahas dari si serigala ini.

Ketika seekor serigala menjadi pemimpin dalam kelompoknya dan mereka akan bermigrasi, maka sang pemimpin akan mengarahkan tiga serigala yang tertua, cacat, sakit dan terluka untuk berada di barisan terdepan. Alasannya, ialah agar serigala-serigala “bermasalah” tersebut tidak tertinggal.

Jika mereka disimpan di barisan belakang, niscaya mereka tidak akan sanggup mengikuti langkah kaki rombongannya yang mengakibatkan mereka bisa tertinggal dan mati terpisah dari rombongan.

Lima serigala di belakang barisan serigala yang sakit adalah para serigala yang terkuat di kelompoknya, serigala-serigala ini diarahkan oleh sang ketua untuk bertugas mengamankan bagian depan jika terjadi serangan.

Lima serigala terakhir di bagian belakang, juga adalah serigala-serigala yang terkuat di kelompoknya yang lagi-lagi diarahkan oleh sang ketua. Serigala-serigala ini bertugas untuk mengamankan bagian tengah dan lini belakang jika terjadi serangan.

Satu serigala yang terpisah agak jauh dari rombongan dan berada paling belakang, dialah sang ketua. Dia mengawasi rombongan dan situasi tempat yang dilaluinya. Menjadi pembawa pesan bahaya bagi kelompoknya. Jika ada serangan, sang ketualah yang akan bergerak kesana-kemari untuk mengkoordinir pasukannya. Dia akan melindungi semua anggota kelompoknya dan memastikan seluruh anggota rombongannya selamat sampai di tujuan. 

Keren banget, kan?

That is called the leadership. You keep the whole pack ‘alived.’

Dan sebenarnya, masih banyak lagi aksesoris anti-mainstream yang ingin saya buat untuk koleksi gaya bohemian ini. Tidak hanya sebuah cincin yang berukir Ganesha atau kalung bertuliskan serigala saja. Tapi masih banyak lagi. Tentu saja aksesorisnya harus mengandung nilai-nilai personal dan sentimental berdasarkan pengalaman pribadi di dalam hidup saya.

0 comments: