Apakah
kamu pernah merasa, “Kok hidup gue
gini-gini aja, ya?” ketika di suatu pagi yang cerah kamu terbangun dari tidur
lelapmu dan tiba-tiba saja kamu teringat jika sebagian besar waktumu dihabiskan
untuk bekerja. Sementara di belahan dunia yang lain, orang-orang seusiamu
nampaknya sedang menikmati hidup yang lebih berwarna.
Seketika
kamu merasa pilu, bertanya-tanya dalam hati apa yang salah dengan hidupmu. “Ngebosenin banget deh hidup gue! Kayak
nggak ada warnanya gitu. Kerja - rapat –
lembur - abis gitu pulang ke rumah. Besoknya gitu lagi. Bosenin banget nggak
sih hidup gue?” Mungkin itulah kata-kata frustasi yang seringkali kamu
lontarkan pada diri sendiri.
Perasaan
bosan itu nyatanya semakin menjadi-jadi tatkla kamu membuka pintu lemari dan melihat
deretan baju-bajumu yang di dominasi warna-warna kelam serupa hitam, coklat dan
abu-abu. Dengan pola garis-garis dan motif kotak-kotak serta sederet kain batik
yang belum sempat dijahit. Hampir semua isinya adalah baju
kerja. Baju dinasmu yang warnanya itu-itu saja.
Pernah
mengalaminya? Kamu menganggukan kepala. Sama dong! Saya juga. Tapi jangan
khawatir! Kebosananmu akan segera berakhir. Karena saya akan memberi tahu kamu
solusinya.
Kalau
kamu pernah dengar quote yang bilang, “You are what you wear” bisa jadi ada
benarnya juga. Bisa jadi inilah momen dimana kamu harus mengubah gaya
berpakaianmu. Lewat tulisan ini saya ingin berbagi tentang pemikiran saya
tersebut.
Dari
semua gaya berpakaian, saya paling suka dengan gaya bohemian. Selain eksentrik,
gaya ini juga sangat individualis. Karena bergantung pada kreatifitas dan
tingkat percaya diri pemakainya. Tidak ada aturan baku untuk mengaplikasikan
gaya bohemian ini. Sehingga setiap orang bisa menampilkan gaya bohemian sesuai dengan
karakter dan keinginannya masing-masing.
Sedikit
sejarah tentang bohemian, gaya berpakaian ini booming pada tahun 1950-an ketika banyak dipakai oleh para traveler dunia. Gaya bohemian terinspirasi
dari kaum gypsy yang tinggal secara
nomaden di Eropa Timur (diperkirakan berasal dari orang-orang India atau
Spanyol yang bermigrasi ke sana).
Singkat
cerita, dikarenakan iklim yang dingin dan kebiasaan hidup mereka yang nomaden
di alam liar, orang-orang gypsy di
sana telah terbiasa memakai baju yang berlapis-lapis untuk menahan hawa dingin tersebut,
sehingga terciptalah gaya yang “sangat” berbeda dari masyarakat pada umumnya -
gaya yang terlihat sangat eksentrik, anti-mainstream, penuh warna namun tidak
urakan. Malah, gaya ini lebih terkesan artsy
dan unik karena banyak memadukan motif etnik dan pola kain yang rumit.
Selain
untuk menahan hawa dingin, penggunaan baju yang dipakai berlapis-lapis ini juga
dimaksudkan untuk mengurangi beban bawaan mereka ketika berpindah-pindah.
Sehingga menambah nilai kepraktisan.
Gaya
bohemian yang terinspirasi dari kaum gypsy
ini biasanya didominasi oleh rok-rok lebar dengan warna-warna yang cerah, baju
longgar berenda, motif-motif tribal, kalung etnik, turban dan bandana. Sehingga
bisa dipakai untuk menyamarkan bentuk tubuh pada wanita yang kurus disamping memberikan
kesan “kreatif sekaligus misterius" pada pemakainya. Selain itu, pemakaian
sandal gladiator juga lazim pada gaya berpakaian ini.
Selain sandal gladiator, gaya bohemian juga
tak jarang memadu-padankan dress
dengan sepatu boots. Penggunaan sepatu
boots seperti ankle boots akan memberikan kesan yang sedikit edgy atau maskulin pada tampilan bohemian namun tidak sampai merusak
kesan feminim yang ada pada dress.
Sangat
berbeda jika kamu memadu-padankan dress
dengan sepatu yang lain, semisal: high-heels,
flat shoes, stiletto apalagi sandal. Kamu tidak akan mendapatkan kesan kombinasi
tampilan maskulin-feminin, kreatif dan tangguh yang sempurna seperti halnya
jika kamu memadu-padankan dress
dengan sepatu boots seperti pada gaya bohemian.
Bagi
saya yang kurang suka mengikuti trend dan lebih memilih untuk mengikuti aturan saya
sendiri, tentu saja gaya bohemian ini adalah solusi. Apalagi, saya juga kurang menyukai
gambaran perempuan polos atau juga sebaliknya – perempuan yang
terlalu tomboy urakan seperti laki-laki; yang seringkali tergambar jelas pada
gaya berpakaian dengan unsur feminitas atau maskulinitas yang kuat. Seperti
pada gaya berpakaian shabby chic yang
penuh bunga-bunga atau sporty bak
pemain sepak bola.
Gaya
bohemian tidak seperti itu. Gaya ini justru memadu-padankan feminitas dan maskulinitas
tersebut menjadi bentuk yang unik dan kreatif. Saya bisa terlihat feminim sekaligus
juga edgy dalam waktu yang bersamaan
ketika mengaplikasikan gaya bohemian. Hal ini sesuai dengan ekspresi alami jiwa
saya. Dan kehendak saya pribadi. Seperti ada sebuah kontradiksi dalam satu tubuh.
Seolah-olah kamu bisa melihat perpaduan dua karakter yang bertolak-belakang di
dalamnya.
Oleh
karena itu, ketika kamu merasa butuh untuk meningkatkan rasa percaya diri dan
mengasah kreatifitas, gaya bohemian ini bisa kamu coba. Bagi yang tidak terbiasa
dengan gaya ini, mungkin pada awalnya akan merasa canggung dan risih karena gaya
ini cenderung menjadikan si pemakai pusat perhatian akibat warna-warna dan
motifnya yang stand out di keramaian. Tapi, anggap saja itu sebagai
bagian dari proses mengekspresikan diri. Bahkan mie instan yang instan saja tidak
pernah benar-benar instan. Tetap butuh proses untuk bisa dimakan.
Satu
hal yang paling saya suka dari gaya bohemian adalah aksesoriesnya. Perpaduan motif
etnik yang unik dengan kombinasi batu-batuan berwarna bold, material kayu serta bulu-bulu unggas pada aksesoris bertema
bohemian menambah kesan personal dan tradisional saat dipakai. Sehingga membuat pemakainya terlihat membumi namun juga imajinatif dalam waktu yang bersamaan. Dan karena gaya bohemian
melampaui batasan standar berpakaian pada umumnya alias “semau gue,” pemakaian
aksesorisnya pun menjadi tidak dibatasi.
Seorang
bohemian tetap bisa terlihat “cantik”
meskipun mengenakan lebih dari 5 cincin di jarinya. Satu jari bisa dipasangi 2
hingga 3 cincin sekaligus. Tentunya dengan bentuk cincin yang lagi-lagi
anti-mainstream.
Sebagai
seorang manusia yang suka dengan segala sesuatu yang bermakna. Saya ingin motif
cincin bohemian saya juga bermakna. Misalnya, saya dulu ingin punya cincin bohemian berbentuk kepala gajah atau (Ganesha)
yang diukir, atau kalung dengan liontin bertuliskan wolf (serigala). Sehingga jika ada yang bertanya saya bisa menjelaskan
maknanya bagi saya secara pribadi. Tidak semata-mata karena alasan lucu atau
sedang booming saja.
Kenapa
kepala gajah atau Ganesha, misalnya, karena saya suka ilmu pengetahuan maka ini ada hubungannya dengan Ganesha. Ganesha sendiri adalah salah satu dewa ilmu pengetahuan maka saya jadikan gambarnya
sebagai ukiran cincin di jari saya. Supaya saya selalu ingat untuk cinta ilmu
pengetahuan dan cinta belajar seumur hidup saya.
Atau
misalnya, kenapa saya ingin kalung bertuliskan wolf alih-alih kalung yang bertuliskan nama saya seperti orang-orang kebanyakan, jawabannya adalah karena saya sangat mengagumi kepemimpinan seekor
serigala di dalam kelompoknya.
Selama
ini, serigala seringkali dipandang negatif. Bahkan dikaitkan dengan domba.
Maksud saya, dikata-katain serigala berbulu domba (Haha, maap ini random). Padahal, ada hal lain yang lebih keren yang
bisa kita bahas dari si serigala ini.
Ketika
seekor serigala menjadi pemimpin dalam kelompoknya dan mereka akan bermigrasi, maka
sang pemimpin akan mengarahkan tiga serigala yang tertua, cacat, sakit dan
terluka untuk berada di barisan terdepan. Alasannya, ialah agar serigala-serigala “bermasalah”
tersebut tidak tertinggal.
Jika
mereka disimpan di barisan belakang, niscaya mereka tidak akan sanggup
mengikuti langkah kaki rombongannya yang mengakibatkan mereka bisa tertinggal
dan mati terpisah dari rombongan.
Lima
serigala di belakang barisan serigala yang sakit adalah para serigala yang
terkuat di kelompoknya, serigala-serigala ini diarahkan oleh sang ketua untuk
bertugas mengamankan bagian depan jika terjadi serangan.
Lima
serigala terakhir di bagian belakang, juga adalah serigala-serigala yang
terkuat di kelompoknya yang lagi-lagi diarahkan oleh sang ketua. Serigala-serigala
ini bertugas untuk mengamankan bagian tengah dan lini belakang jika terjadi
serangan.
Satu
serigala yang terpisah agak jauh dari rombongan dan berada paling belakang, dialah
sang ketua. Dia mengawasi rombongan dan situasi tempat yang dilaluinya. Menjadi
pembawa pesan bahaya bagi kelompoknya. Jika ada serangan, sang ketualah yang
akan bergerak kesana-kemari untuk mengkoordinir pasukannya. Dia akan melindungi semua anggota kelompoknya dan memastikan
seluruh anggota rombongannya selamat sampai di tujuan.
Keren banget, kan?
Keren banget, kan?
That is called the leadership. You keep the
whole pack ‘alived.’
Dan
sebenarnya, masih banyak lagi aksesoris anti-mainstream yang ingin saya buat untuk
koleksi gaya bohemian ini. Tidak hanya sebuah cincin yang berukir Ganesha atau
kalung bertuliskan serigala saja. Tapi masih banyak lagi. Tentu saja
aksesorisnya harus mengandung nilai-nilai personal dan sentimental berdasarkan
pengalaman pribadi di dalam hidup saya.
0 comments:
Post a Comment