Teknik Menulis Show Don't Tell

Saturday, July 6, 2019

Seorang penulis adalah pengamat. Maka, tulisannya harus menggambarkan hal-hal yang dia amati. Mengamati erat kaitannya dengan menggambarkan sebuah detail. Apalagi jika kita akan menuliskan hasil pengamatan tersebut ke dalam sebuah cerita. Detail yang wajar dan alami sangat diperlukan.

Ketika sebuah tulisan bisa merangsang dan melibatkan indera sang pembaca, maka tulisan itu akan mendorong mereka untuk membayangkan apa yang sedang terjadi di dalam cerita. Tidak sedikit pembaca yang pada akhirnya menangis, tertawa atau bahkan merinding tatkala membaca sebuah tulisan.

Tapi, bagaimana jika sebuah tulisan hanya menerangkan sesuatu tanpa menuliskan detail yang cukup bagi para pembaca? Pastinya tulisan tersebut akan terasa hambar dan membosankan. Sehingga membuat orang malas untuk membacanya.

Perhatikan contoh di bawah ini:

Sanem yang sedang menonton televisi bergegas ke dapur sesaat setelah sang ibu memanggilnya. Sesampainya di dapur, Sanem diminta ibunya memasak sepanci besar sayur sop. Sementara itu sang ibu mengaduk kaldu. Tak lama kemudian, hand phone yang diletakannya di atas kulkas berbunyi. Sanem mengangkat teleponnya dan berbicara dengan seseorang.
"Baik, aku segera kesana," ujar Sanem sambil menutup telepon.
"Siapa yang meneleponmu?" tanya ibunya.
"Mr. Jan, Bu. Aku diminta ke kantor sekarang," ujar Sanem.

Perhatikan kembali contoh di bawah ini:

Suara nyaring Sang ibu yang memanggilnya, membuat Sanem yang tengah menonton TV terpaksa mengecilkan volume suara di televisi. Berusaha mendengar dengan jelas kata-kata ibunya. Yang ternyata meminta Sanem untuk membantunya memasak di dapur.

Sanem cepat-cepat mematikan televisi yang ditontonnya, remotenya dia simpan begitu saja di atas meja dan segera beranjak dari kursi. Aroma kaldu ayam semakin menyeruak tatkala Sanem tiba di dapur.

Sang ibu menunjuk tumpukan wortel dan buncis yang terletak di atas meja. Kemudian memberi Sanem sebuah pisau tajam untuk memotongnya menjadi ukuran yang lebih kecil. Sementara dirinya kembali sibuk dengan kegiatan mengaduk kaldu ayam di dalam panci. 

Buih-buihnya yang berwarna kuning mulai bermunculan. Aroma kaldu ayam semakin menyeruak memenuhi udara. Suasana hening saat itu. Pikiran Sanem berkelana pada banyak hal. Sang ibu juga tidak mengajaknya berbicara. Sibuk mengaduk kaldu di dalam panci.

Dalam suasana hening yang demikian, tiba-tiba handphone Sanem berbunyi. Gadis itu pun tersadar dari lamunannya. Dan langsung menyimpan begitu saja pisau yang sedang digunakannya untuk memotong wortel.

Cepat-cepat Sanem berjalan ke arah kulkas untuk meraih handphone-nya yang terletak di sana sambil diiringi tatapan mata ibunya. Gadis itu berbicara dengan nada suara yang sengaja dipelankan pada seseorang di sebrang telepon.

“Baik. Aku akan segera kesana,” ujarnya sambil menutup telepon. Wajah Sanem berubah murung. Lalu dengan gusar kembali ke meja.

“Siapa yang meneleponmu?” tanya ibunya curiga karena Sanem berbicara dengan nada suara tidak seperti biasanya. Sanem terdiam sesaat.

“Mr. Jan, Bu,“ katanya. “Aku diminta ke kantor sekarang.”

Bagaimana perasaanmu saat membaca contoh tulisan yang kedua? Tentu saja kamu pasti merasa bahwa tulisan di contoh yang kedua lebih hidup daripada tulisan di contoh yang pertama. Tulisan ini memang dituliskan dengan menggunakan teknik penulisan show don’t tell. Sehingga indera para pembaca dilibatkan untuk membayangkan situasi dalam cerita.

Bayangkan bila seorang penulis menuliskan sebagian besar isi ceritanya dengan menggunakan gaya penulisan pertama. Mungkin orang-orang akan langsung merasa bosan meskipun baru membaca dua tiga halaman bukunya. Lain halnya jika penulis menuliskannya dengan menggunakan teknik penulisan show don’t tell. 

Situasi yang dijelaskan dengan singkat dan kurang detail di contoh pertama, ditambahkan penjelasan yang lebih banyak di contoh yang kedua. Sehingga pembaca tidak hanya diajak untuk sekedar tahu tetapi juga untuk memahami dan merasakan situasi yang sedang terjadi dalam cerita. 

Bagaimana aroma sayur sop menyeruak dalam udara, suasana hening ketika memasak di ruang dapur bersama ibu, dan perasaan curiga yang muncul dalam benak si ibu tatkala melihat sikap anaknya yang berubah saat menerima telepon. Itulah yang dinamakan dengan teknik menulis show don’t tell.

Memang tidak mudah untuk menulis menggunakan teknik show don’t tell. Apalagi jika kita jarang berinteraksi dengan berbagai macam manusia sebagai sumber pengetahuan untuk cerita yang akan kita tulis. Selain rajin berinteraksi, kunci untuk menulis menggunakan teknik show don’t tell adalah rajin mengamati.

0 comments: