Adalah Davy Jones yang menjadi Kapten Kapal The Flying Dutchman dalam film Pirates of the Caribbean. Sebelum pria itu dikutuk menjadi monster berwajah gurita yang bengis dan ditakuti; Davy Jones di masa lalu adalah seorang bajak laut muda yang jatuh cinta pada Calypso. Dalam mitologi Yunani, Calypso sendiri adalah Dewi Penguasa lautan. Dia merupakan anak dari Dewa Atlas dengan seorang perempuan di bumi. Tak heran, Calypso yang setengah manusia itu masih mewarisi darah immortal dan gen egois dari bapaknya. Seperti halnya ciri khas dewa-dewa Yunani yang cenderung keras kepala dan semaunya sendiri.
Cinta Davy Jones yang teramat dalam pada Calypso membuatnya menyanggupi sebuah tugas berat yang diberikan oleh perempuan itu kepadanya. Dimana Davy Jones hanya akan bisa menginjakan kaki satu kali di daratan setelah sepuluh tahun berlayar di lautan.
Cinta Davy Jones yang teramat dalam pada Calypso membuatnya menyanggupi sebuah tugas berat yang diberikan oleh perempuan itu kepadanya. Dimana Davy Jones hanya akan bisa menginjakan kaki satu kali di daratan setelah sepuluh tahun berlayar di lautan.
Tugas
yang disanggupi oleh Davy Jones itu adalah demi mengumpulkan jiwa orang-orang yang
mati di sana untuk dikirimkan ke dunia bawah. Dan, jika tugas itu telah
terpenuhi maka Calypso menjanjikan dirinya untuk bertemu dengan Davy Jones dan menjadi
miliknya.
Davy
Jones yang dipenuhi perasaan cinta yang mendalam pada Calypso, tekun
mengerjakan tugas yang berat tersebut; mengumpulkan jiwa orang-orang yang mati
di lautan dan mengirimkannya ke dunia bawah. Hingga akhirnya, sepuluh tahun
berlalu dan tibalah hari dimana Davy Jones bisa kembali ke daratan dan bertemu
dengan cintanya. Namun, ketika pria itu kembali Calypso tidak ada disana.
Dengan
kemarahan dan kekecewaan yang mendalam karena merasa dipermainkan oleh orang
yang dicintainya, Davy Jones merencanakan aksi balas dendam untuk mengunci
tubuh Calypso ke dalam bentuk manusia mortal.
Singkat
cerita, rencana itu pun berhasil. Dan Davy Jones menjadi penguasa lautan yang
berubah kejam, bengis dan menakutkan. Karena Davy Jones enggan kembali
melaksanakan tugasnya untuk mengumpulkan jiwa orang-orang yang mati di lautan, seperti
janjinya dulu pada Calypso, maka kutukan pun menimpa dirinya. Wajahnya yang
semula manusia berubah menjadi monster.
Akan tetapi, balas dendam tersebut diam-diam juga melukai hati Davy Jones. Laki-laki itu diliputi rasa bersalah yang mendalam karena telah menyakiti perempuan yang masih sangat dia cintai. Rasa bersalahnya pada Calypso menyebabkan rasa sakit hati yang amat sangat. Namun, rasa itu tidak cukup kuat untuk membuatnya mati.
Sehingga akhirnya, Davy Jones yang merana pun memutuskan untuk merobek dadanya sendiri, mengeluarkan jantungnya yang sakit akibat rasa bersalah, menyimpannya ke dalam sebuah kotak dan menyembunyikan sisi rapuhnya tersebut dari dunia.
Davy
Jones menutupi hatinya yang sakit dan terluka dengan menjadi jahat.
Seandainya Davy Jones cukup bahagia, pasti dia tidak akan melukai atau bersikap jahat kepada orang lain. Dan jika kita renungi, sebenarnya rasa pahit bersalah akibat luka masa lalu itu timbul karena sebagai manusia biasa, Davy Jones mengkhianati hati nuraninya sendiri.
Benar
kata pepatah bahwa kecenderungan manusia itu adalah menjadi baik. Maka ketika
seorang manusia menjadi jahat dan menyimpan dendam niscaya perasaannya akan
berontak. Dia menjadi tidak nyaman, sedih dan gelisah. Karena tubuhnya
menampung jiwa yang sudah tidak pada fitrahnya.
Mungkin
inilah yang melatarbelakangi adegan dalam film The Pirattes of the Caribbean:
Dead man’s chest ketika Davy Jones diam-diam menyendiri bermain piano dengan
tentakelnya dan tiba-tiba saja setitik air mata kesedihan muncul dari sudut
matanya.
Saya juga masih ingat adegan ketika Davy Jones dengan pilu menjawab pertanyaan Calypso sesaat sebelum mereka berpisah. “And what’s of your fate Davy Jones?” tanya Calypso yang kemudian di balas Davy Jones dengan kata-kata, “My heart will always belong to you.” Alias, “hatiku akan selalu jadi milikmu.” Padahal perempuan itu sudah memperlakukannya sedemikian rupa.
"Every man has his secret sorrows which the world knows not; and often times we call a man cold when he is only sad."
Tokoh
antagonis kedua yang saya kasihani adalah Rahwana dalam wiracarita Ramayana. Kalau
disuruh memilih antara Rahwana atau Rama, kemungkinan besar saya bakalan memilih
Rahwana meskipun banyak orang menjulukinya bejat dan penjahat.
Dikisahkan
Rahwana menculik Dewi Sinta dan membawanya ke Kerajaan Alengka.
Selama bertahun-tahun berada di Alengka, tak sekalipun Rahwana memaksa Dewi Sinta
apalagi memperlakukannya dengan buruk. Padahal sebagai seorang raja, sangat
mudah bagi Rahwana untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan termasuk Sinta. Alih-alih
memperlakukan Dewi Sinta dengan tidak hormat, perempuan itu malah diberikannya
segala fasilitas terbaik yang ada di Alengka. Sekuat tenaga Rahwana berusaha
membahagiakan Dewi Sinta.
Tak
tanggung-tanggung, Rahwana juga selalu mengunjunginya setiap hari untuk
mengungkapkan perasaannya berharap perempuan itu mau menerimanya. Namun, Dewi Sinta yang setia menunggu Rama tetap teguh
pada pendiriannya. Dia tetap menolak Rahwana.
Hingga akhirnya pada suatu hari, karena melihat perjuangan Rahwana yang terus-menerus dan perlakuannya yang baik kepadanya, Dewi Sinta yang hampir luluh berkata;
Akhirnya,
Rahwana pun menjawab.
Hingga akhirnya pada suatu hari, karena melihat perjuangan Rahwana yang terus-menerus dan perlakuannya yang baik kepadanya, Dewi Sinta yang hampir luluh berkata;
"Sebenarnya aku juga mulai mencintaimu. Tapi, aku tidak ingin mengkhianati suamiku. Jika kau benar-benar mencintaiku, tolong ikhlaskanlah diriku. Dan kembalikanlah aku kepada suamiku."
“Baiklah, kalau itu keinginanmu. Aku akan
mengembalikanmu kepada suamimu. Tapi dengan cara ksatria (berperang). Jika dia
menang, kau boleh kembali kepada suamimu."
Sementara
itu, Rama yang disebut-sebut Ksatria, justru menunjukan perilaku yang tidak
ksatria. Ketika Rahwana berhasil dibunuh dan Dewi Sinta kembali kepadanya,
laki-laki itu malah mencurigai dan mempertanyakan kesucian istrinya setelah
bertahun-tahun tidak bertemu. Bukannya bersyukur bahwa istrinya masih hidup dan
baik-baik saja!
Bahkan
ketika Dewi Sinta melakukan upacara terjun ke api untuk membuktikan pada Rama
bahwa dirinya masih suci, suaminya itu tetap tidak percaya. Hingga akhirnya,
Dewi Sinta pun dibuang ke hutan ketika sedang mengandung anaknya. Bahkan sampai
meninggal.
Sebagai
perempuan, jujur saya sangat marah dengan sikap Rama pada istrinya
tersebut padahal dia sering disebut-sebut sebagai ksatria. Sosok yang seharusnya
lebih baik dari Rahwana. Meskipun pada akhirnya Rama menyesali perbuatannya
tapi itu sudah terlambat. Bagi saya, kesalahan Rama pada istrinya ini sangatlah
fatal. Lebih fatal, daripada kesalahan Rahwana yang menculik Dewi Sinta.
Bukan
berarti, saya mendukung perbuatan Rahwana yang menculik Dewi Sinta. Tentu saja
tidak sama sekali. Hanya saja, melihat perlakuan Rama pada istrinya yang kejam
begitu membuat saya jadi bertanya-tanya. Apakah selama ini Rama benar-benar
tulus menyayangi dan melindungi istrinya? Bagi saya rasanya sulit membayangkan
Rama dengan perilaku demikian menyandang gelar ksatria. Lebih mudah
membayangkan gelar ksatria itu diperoleh oleh Rahwana. Meskipun memang tidak
ada kstaria yang menculik istri pria lain, sih.
Tapi,
gimana ya. Menurut saya, Rama itu jahat dan egois sekali. Kepalanya hanya ada
satu. Tapi fokus utama di kepalanya banyak sekali. Dari mulai kecurigaan
pribadi sampai memikirkan omongan masyarakat dan juga terkesan ingin melindungi
nama baiknya seorang diri dengan terus-menerus mempertanyakan kesucian
istrinya.
Lantas kalaupun Dewi Sinta sudah tidak suci lagi karena diculik selama bertahun-tahun apakah akan dibuang begitu saja oleh suaminya? Apa tujuan dia bertanya seperti itu? Apalah daya seorang Dewi Sinta yang hanya seorang wanita.
Seharusnya
sebagai suami Rama lah yang bertanggung jawab dan melindungi istrinya. Bukan
malah memojokan. Dan lagi, mengapa sebagai seorang suami yang digambarkan
ksatria dengan kekuatan besar, istrinya bisa diculik selama itu?
Bandingkan
dengan Rahwana. Meskipun Rahwana digambarkan sebagai Dasamuka alias kepalanya ada sepuluh. Tapi, fokus utama isi kepalanya hanya satu yaitu Dewi Sinta.
Sampai-sampai, saking cinta dan terfokusnya pada Dewi Sinta, Rahwana yang sudah
berhasil menculik perempuan tersebut tetap memperlakukannya dengan sangat baik.
Tidak ingin melukainya. Tidak sekalipun Dewi Sinta dipaksa apalagi dijahati
selama berada di Alengka. Rahwana yang
digambarkan Dasamuka dan simbol angkara murka hanya punya satu keinginan. Yaitu
agar Dewi Sinta balik mencintainya dan mau menjadi permaisuri di Kerajaan
Alengka. Yang sayangnya tidak tewujud.
0 comments:
Post a Comment