Tips Menulis Historical-Romance

Saturday, August 8, 2020

Ada bermacam-macam genre buku di dunia ini. Dari mulai petualangan hingga misteri. Setiap genre tersebut memiliki penggemarnya masing-masing. Sebutlah genre historical romance yang sebagian besar penggemarnya adalah kaum perempuan. Sebenarnya, jika kita berbicara tentang genre romance, tidak melulu  bahwa itu selalu tentang historical romance. Ada juga genre-genre romance yang lain. Seperti: horror-romance, drama romance bahkan religious romance.

Historical romance misalnya adalah genre buku yang settingnya banyak mengambil latar di negara-negara Eropa. Terutama Inggris pada era Regency sekitar tahun 1400-an. Tidak selamanya mutlak, sih. Ada juga yang berlatar di Amerika ketika masa-masa bajak laut. 

Namun, saya pribadi lebih menyukai historical romance berlatar Inggris. Selain karena penggambaran tempatnya yang indah, pemaparan tokoh-tokohnya juga menarik. Penuh dengan istilah-istilah kerajaan, bangsawan atau ksatria. 

Historical romance mungkin tidak menjadi genre buku favorit masyarakat Indonesia. Sama halnya seperti filsafat. Namun biasanya, penggemar historical romance punya sifat yang militan, karena bisa sangat sabar mengoleksi series hisrom favoritnya hingga lengkap.

Sekilas, tema-tema dalam historical romance mengingatkan kita pada buku-buku Jane Austen yang manis menggemaskan dengan ending bahagia meskipun keduanya bisa dipastikan berbeda. Karya-karya Jane Austen, sekalipun mengusung tema romance di era Georgian sekitar tahun 1800-an, namun karena ditulis saat penulisnya juga hidup di era yang sama dengan latar ceritanya, termasuk ke dalam karya kontemporer. Sementara, historical romance sendiri haruslah karya yang ditulis di waktu lampau yang berlainan dengan masa hidup penulisnya.

Cerita dalam historical romance memang kebanyakan tidak membuat kita penasaran atau terkejut. Alih-alih, temanya justru sangat umum dan familiar. Semisal: love-hate relationship dan perjodohan. Memang terdengar kurang menantang, sih. Akan tetapi, justru disitulah tantangannya: Bagaimana si penulis mampu mengolah tema yang itu-itu saja, tanpa kehilangan kreatifitasnya untuk tetap menarik. 

Bagi orang-orang yang kurang suka dengan kejutan dan membenci cerita cinta yang tak berakhir bahagia, historical romance adalah jawabannya. Menurut saya, historical romance  itu adalah genre buku yang paling kaya akan pembelajaran jika dibandingkan dengan genre novel romance lainnya. Bukan hanya dari sisi sejarah. Tapi juga dari pemaparan suasana dan karakter penokohannya yang kuat. Untuk menjaga isi cerita di genre tersebut tetap wajar. Tidak terasa dangkal ataupun berlebihan.

Jujur saja, meskipun temanya biasa, menulis novel historical-romance itu tidaklah mudah. Jika kurang piawai merangkai kata, terutama saat adegan flirting, hal tersebut bisa berakibat fatal. Entah kalimatnya jadi murahan dan berlebihan atau terkesan mengada-ada seperti dalam novel remaja. 

Oleh karena itu, sangat disayangkan apabila masih ada orang-orang yang memandang sebelah mata genre buku ini hanya karena temanya nampak biasa-biasa saja. Tidak spektakuler dan mengguncang dunia seperti genre sci-fiction atau konspirasi. Terkadang, saya penasaran apakah orang-orang yang mengaku tidak suka baca buku romance itu pernah membaca historical-romance dulu di masa lalunya sebelum menghakimi buku-buku romance itu tidak bagus?

Saya rasa jawabannya tidak. Barangkali, komentar mereka pun sebenarnya hanya ikutan-ikutan saja. Seperti halnya komentar orang-orang ceroboh yang mengatakan bahwa novel Sitti Nurbaya itu adalah tentang perjodohan. Seolah-olah si gadis dipaksa bapaknya yang kejam untuk menikahi Datuk Maringgih. Padahalkan, ceritanya tidak seperti itu.

Sampai kapanpun, historical romance akan selalu menjadi salah satu genre buku favorit saya. Membaca novel historical-romance rasa-rasanya setara dengan menonton film komedi romantis yang membuat kita tertawa; terbebas dari stress. Jangan selalu mengasosiasikan apapun yang berbau historis dengan hal-hal yang membosankan. Karena setiap orang itu mempunyai selera humor yang berbeda.

Ketika dulu pertama kali saya membaca novel historical-romance yang berjudul Kingdom of Dreams karangan Judith McNaught, saat adegan Jennifer Merrick mengobrol dengan penculiknya, saya tertawa bahagia karena obrolannya begitu lucu dan menghibur. 

Bagi saya, terkadang bukan karena tema spektakuler atau ketenaran bukunya yang membuat saya tamat membaca. Tapi, lebih kepada cara penulisnya bercerita, menggambarkan karakter tokoh-tokohnya seolah-olah mereka itu benar-benar hiduplah yang paling penting. Dan itu, tentu saja tidak mudah. Apalagi jika cerita tersebut dituliskan dalam novel bertema historical-romance.

Di bawah ini saya akan membagikan 3 tips dasar untuk orang-orang yang tertarik menulis novel historical romance:

Pertama: Riset

Sebelum menulis hisrom, kamu terlebih dahulu harus menentukan era mana atau peristiwa apa yang akan kamu jadikan latar cerita. Kalau latarnya di Eropa, kamu bisa memilih peristiwa-peristiwa besar yang pernah terjadi disana pada masa lalu. Peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di Eropa, contohnya: Black death, Akuisisi di Spanyol, Perang Salib, dll. Atau bisa juga, jika kamu ingin menuliskan historical-romance dengan nuansa kearifan lokal, kamu bisa mendata terlebih dahulu peristiwa-peristiwa apa saja yang pernah terjadi di Indonesia pada masa lalu. Misalnya: Perang Bubat, penjajahan Belanda di Pulau Jawa, runtuhnya Kerajaan Majapahit, dll. Lalu pilih salah satu latarnya dan lakukan riset secara mendalam.

Kedua: Tentukan Alur Cerita

Jika kamu sudah memilih era mana yang akan kamu jadikan latar, maka tentukanlah alur ceritanya. Misal, jika memilih latar belakang perang Bubat, saya bisa saja menuliskan cerita tentang seorang wanita Kerajaan Sunda yang menyamar menjadi dayang istana di Kerajaan Majapahit untuk membalaskan dendam atas kematian keluarganya, yang terbunuh oleh Patih Gajah Mada saat Perang Bubat. Tapi, sebelum rencananya berhasil, Sang Patih tahu-tahu malah naksir dirinya. Sehingga si wanita harus bersandiwara. 

Ketiga: Karakterisasi yang kuat

Dalam genre historical-romance, perempuan selalu menang. Sehingga wajib bagi kamu untuk menciptakan tokoh perempuan yang kuat, punya prinsip dan tujuan hidup yang ingin dicapai. Bukan berarti kepribadiannya harus maskulin. Namun, karakternya harus bisa mencerminkan perempuan lovable yang tangguh. Dalam rumus historical romance, man should be chaser. Meskipun tidak mutlak demikian. Setelah itu, jangan lupa untuk menciptakan konflik yang menghalangi mereka untuk bersama sehingga butuh usaha untuk menyelesaikan konflik tersebut. Akan tetapi, konflik tersebut haruslah bertentangan dengan prinsip atau tujuan hidup yang ingin dicapai oleh salah satu pihak. Jika kamu sudah terbiasa menulis, bagian ini adalah bagian yang paling menyenangkan. Ciri-ciri bahwa karakterisasi tokoh yang kamu ciptakan sudah kuat adalah saat pembaca bisa mengetahui siapa yang berbicara dalam dialog tanpa membaca dialogue-tagnya.

Dialogue tag itu, misalnya: ucap Elizabeth, seru Edward, kata Henrietta, dsb.

Well, segitu saja tips menulis dari saya hari ini. 

Selamat mencoba!