Kejujuran Dalam Sebaris Satire

Thursday, June 18, 2020


Kejujuran itu kadang menyakitkan. Apalagi jika berisi tentang kritikan. Tapi, lain halnya jika kritikan tersebut dikemas dalam bentuk satire. Satire sendiri merupakan gaya bahasa yang bertujuan untuk menyindir sesuatu dengan menggabungkan olok-olok dan humor. Sehingga kritikan di dalamnya tersamarkan. Biasanya, satire digunakan sebagai kritik sosial dalam masyarakat.

Meskipun peradaban manusia telah lama mengenal satire, tidak banyak manusia yang dapat mencerna gaya bahasa ini. Satire lebih sering disalah-pahami sebagai (hate-speech) atau penghinaan. Apalagi jika dikomunikasikan lewat tulisan. Kurang piawainya penulis dalam merangkai kata serta kemampuan literasi pembaca yang minimlah yang menjadi penyebab kesalahpahaman dalam memahami konten satire.

Di zaman sekarang, satire banyak kita temukan dalam stand-up comedy dan meme humor yang banyak bertebaran di akun-akun receh. Bentuk satire yang paling mudah dilakukan adalah menertawakan diri sendiri sebagai salah satu cara halus untuk mengkritik sesuatu. Bentuk satire ini lebih aman untuk dikomunikasikan dan lebih mudah dimengerti oleh masyarakat awam, karena mereka melihat secara langsung ekspresi dan bahasa tubuh orang yang menyampaikan konten satire tersebut.

Sementara itu berbeda dengan penyampaian secara lisan, dalam dunia kesusastraan, satire telah lama diakui sebagai gaya bahasa yang paling tinggi tingkatannya. Tidak banyak penulis yang mampu menulis dengan gaya bahasa ini secara luwes tanpa menghilangkan makna dari satire itu sendiri.

Kesopanan, humor dan olok-olok menjadi tiga komponen utama yang harus ada di dalam satire. Tanpa kesopanan dan humor, satire yang mengolok-olok kedunguan hanya akan menjadi sarkasme yang kering dan kasar. Konten satire yang menyindir politik atau hal-hal yang sensitif di ruang publik, jika tidak ditulis dengan luwes dan cerdas bisa disalahartikan sebagai usaha provokasi. Dan mengantarkan penulisnya mendekam di penjara.

Menulis satire memang tidak mudah. Diperlukan kecerdasan berlebih sekaligus selera humor yang tajam. Jika sarkasme ibarat senyum jahat dengan pandangan mata melecehkan, maka satire adalah senyuman getir yang mengandung kejujuran.

Perhatikan kata-kata satire berikut ini:

Mr. John Dashwood bukan pria berperangai buruk. Hatinya terlalu dingin dan dia terlalu egoistis untuk memiliki perangai buruk. (Sense & Sensibility)

Sang penulis menuliskan kalimat pertamanya dengan nada positif. Namun dalam kalimat kedua, dia justru berbalik mengolok-olok Mr. John Dashwood secara halus; setelah sebelumnya dengan sopan dan rendah hati memuji pria tersebut di kalimat pertama. Seolah-olah Mr. John Dashwood jadi terlihat lebih baik karena ‘hatinya terlalu dingin dan dia terlalu egoistis untuk memiliki perangai buruk.‘ 

Padahal yang sebenarnya ingin disampaikan oleh penulis adalah sebaliknya. Bahwa Mr. John Dashwood adalah pria berperangai paling buruk. Sampai-sampai hatinya tidak mungkin lagi untuk bertambah buruk saking keburukannya sudah mencapai tingkat paling maksimal.    

Perhatikan kembali contoh satire berikut:

Lady Russell, yang berusia matang, berkarakter tangguh, dan berpunya, tidak ingin menikah lagi dan tidak perlu minta maaf kepada publik atas keputusannya. Biar bagaimanapun, publik yang kecewa terhadap janda yang menolak mencari suami baru biasanya malah lebih kecewa apabila sang janda memutuskan menikah lagi. (Persuasion)

Ini adalah salah satu contoh satire dari Jane Austen yang ditujukan untuk menyindir kelakuan orang-orang yang suka mendikte kehidupan pribadi orang lain. Meskipun tulisan tersebut sebenarnya berisi olok-olok, isinya sama sekali tidak kasar. Alih-alih, justru menimbulkan senyum getir karena pembaca mendapati fakta kejujuran di dalamnya.

Begitulah seharusnya konten-konten satire itu ditulis. 

Old-Soul: Jiwa Yang Terperangkap

Setiap orang menjalani kehidupan dengan perasaan yang berbeda-beda. Dan ada sebagian orang di dunia ini yang merasakan dirinya memiliki kecenderungan untuk lebih menyendiri dan spiritual dibandingkan sebaliknya. Bahkan mungkin, perasaan ini sudah ada semenjak mereka dilahirkan. Preferensi kesendiriannya ini bukan muncul akibat kekurangan kasih sayang atau anti sosial. Tapi karena dirinya adalah seorang old-soul.

Seorang old-soul biasanya sulit untuk menemukan orang lain yang bisa memahami dirinya secara benar. Terutama dalam lingkup pergaulan dengan orang-orang di rentang usia yang sama. Sebagai akibatnya, para old-soul tersebut menjalani kehidupan mereka dengan lebih internal. Sementara mayoritas orang-orang di dunia ini melakukan sebaliknya.

Apakah kalian pernah merasakannya? Ataukah justru malah menyaksikannya sendiri dalam diri orang lain? Barangkali selama ini, bisa jadi salah seorang kenalan kalian adalah old-soul. Atau bahkan mungkin diri kalian sendiri adalah salah satunya.

Berikut adalah tanda-tanda seseorang yang memiliki jiwa old-soul :

Cenderung Menyendiri

Para old-soul biasanya memiliki minat dan kesukaan yang berbeda dibandingkan dengan orang-orang umum yang sebaya dengan dirinya. Selain itu, mereka juga sangat pemilih ketika akan menghabiskan waktunya untuk berinteraksi. Mereka tidak suka interaksi yang berlebihan. Seperti tertawa terbahak-bahak yang bisa menganggu ketenangan orang lain, bercanda yang keterlaluan, bersikap kejam dan membully atau terlalu fokus pada pembicaraan materialistis mengenai hal-hal duniawi.

Hal ini terjadi karena para old-soul biasanya lebih dewasa dan empati dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk menyendiri dibandingkan harus bergaul bersama orang-orang yang tidak sesuai dengan mereka. Hal inilah yang seringkali tidak dimengerti oleh orang banyak. Terutama orang-orang dengan kecenderungan duniawi yang sangat kuat. Sehingga tak jarang, keadaan inilah yang mengakibatkan para old-soul di cap aneh, introvert atau membosankan oleh teman-teman sebayanya.

Cenderung Spiritual

Para old-soul yang sensitif dan emosional secara alami bersifat spiritual. Mereka menemukan kenyamanan dengan memelihara hubungan yang mencerahkan batinnya. Sehingga mereka sangat mudah untuk melakukan introspeksi diri sekaligus melihat suatu peristiwa dari berbagai macam sudut pandang. Kecenderungan spiritual dalam diri seorang old-soul bisa jadi tidak selalu terlihat dalam lingkup pergaulan sehari-hari. Mereka bisa saja terlihat tidak begitu religius secara penampilan. Atau justru malah menampilkan persona diri yang lucu dan ceria alih-alih pendiam di depan banyak orang. Tapi, seketika kalian sudah mengenalnya lebih dekat dan mengobrol berdua saja dengannya atau membaca tulisan-tulisannya kalian akan langsung merasa bahwa mereka adalah tipe manusia pemikir dengan nuansa spiritual yang sangat dalam.

Menyukai Kebijaksanaan

Bagi para old-soul kebijaksanaan adalah nutrisi yang memperkaya kehidupan. Oleh karena itu, mereka biasanya senang membaca dan menyukai untuk bertukar cerita mengenai pengalaman hidup yang mengandung hikmah dan pelajaran. Cerita-cerita tersebut pada umumnya sangat jarang didapatkan dari orang-orang dengan umur yang sebaya dengan mereka. Terutama, dimasa-masa awal kehidupan. Dimana orang-orang justru lebih banyak ceroboh dan sedang terfokus untuk mengejar hal-hal yang bersifat duniawi. Inilah yang membuat para old-soul lebih nyaman berinteraksi dengan orang-orang yang usianya jauh lebih tua dari mereka.

Jarang Curhat Dengan Teman Sebayanya

Para old-soul yang dianugerahi dengan rasa empati yang dalam biasanya mengemban tugas sebagai penerima curhat dalam kelompok. Mereka adalah tipe manusia yang gampang iba dan berintegritas sehingga sanggup mendengarkan keluh kesah nan panjang sekaligus merespon curhatan dengan penuh belas-kasih dan kesabaran. Semata-mata tulus. Tanpa ada tendensi untuk menjadikannya lelucon, menyebarkannya ke khalayak umum atau mengambil keuntungan.

Di sisi lain, meskipun begitu para old-soul ini justru akan sangat jarang mencurahkan isi hati mereka kepada teman-temannya. Hal ini terjadi bukan semata-mata karena mereka tertutup. Tapi, biasanya diakibatkan oleh ketidakmampuan orang lain dalam menanggapi dan merespon cerita-cerita mereka dengan tingkat ketulusan dan kesabaran yang sama.

Karena para old-soul cenderung lebih senang memerhatikan gesture lawan bicaranya, mereka bisa menjadi begitu mudah untuk terhubung dengan perasaan orang lain. Sekilas mereka menangkap bahwa lawan bicaranya tidak sabar untuk kembali berbicara tentang diri sendiri dan hanya mendengarkan cerita mereka setengah hati, seketika itu pula para old-soul akan malas bercerita.

Selera Yang Tidak Biasa

Karena cenderung pemilih, para old-soul biasanya anti-mainstream dan memiliki selera yang berbeda dari orang-orang seusianya. Selera mereka seringkali dianggap aneh karena tidak sesuai dengan umur mereka. Seperti misalnya mengoleksi barang-barang antik, membaca buku-buku klasik, mendalami seni dan literatur atau mendengarkan lagu-lagu zaman dulu yang menimbulkan perasaan nostalgia.

Pemikir Yang Dalam

Kemampuan merefleksi diri pada orang-orang old-soul membuatnya terbiasa untuk menganalisa segala sesuatu. Sehingga menampilkan kesan sebagai pemikir rasional dalam persona kepribadian mereka.

Kecenderungan rasional membuat mereka menjadi sosok yang tegas serta tidak mudah untuk dipengaruhi. Sehingga jarang sekali bersikap fanatik, menggebu-gebu atau condong pada satu kelompok tertentu. Hal ini membuat pemikiran mereka menjadi jelas dan bijaksana serta berorientasi pada hal-hal yang sifatnya kemanusiaan.

Idealismenya dalam membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik; bukan sekedar bagaimana mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, seringkali menjengkelkan orang-orang yang tidak sejalan. Sehingga menjadikan mereka kurang dianggap dalam lingkup pergaulan sosial. Meskipun begitu, orang-orang old-soul biasanya tidak akan memedulikan hal tersebut. Mereka akan tetap teguh pada prinsip yang mereka yakini benar.

Seringkali Intuitif

Orang-orang yang intuitif bisa memahami banyak sesuatu tanpa belajar. Hal ini terjadi karena mereka adalah orang-orang yang introspektif dan pengamat. Segala apa yang mereka dengar, lihat dan rasakan ibarat potongan puzzle yang bisa disambung menjadi sebuah pesan yang mencerahkan kehidupan. Sekilas, mereka terdengar ajaib dan nampak seperti cenayang. Padahal proses berpikir mereka yang rumitlah yang menjadikan mereka demikian. Jika kalian ingin mendengar sudut pandang yang jujur namun tetap anti-mainstream mengenai suatu hal, orang-orang old-soul adalah jenis manusia yang paling tepat untuk dijadikan teman berbincang.

Artikel ini saya dedikasikan bagi kalian; teman-teman pembaca. Dengan harapan untuk lebih memahami orang lain lebih baik lagi. Atau bagi orang-orang yang sedang kesulitan mendefinisikan tentang siapa diri mereka.

Nasehat Untuk Diri Sendiri

Wednesday, June 17, 2020

Beberapa waktu yang lalu seorang tamu laki-laki berusia lima puluh tahun datang ke rumah kami. Kebetulan waktu itu sekitaran tengah hari dan di rumah hanya ada saya beserta seorang adik laki-laki yang sedang bersantai menonton televisi. Saya tidak menyadari ketika tamu tersebut datang mengetuk pintu rumah kami. Hanya saja saya sempat kaget saat melihat wajahnya sekilas di jendela. Mengintip keberadaan kami.

Adik saya yang juga melihat dan mendengar suara ketukan tersebut segera saja bergegas menuju pintu untuk membukanya. Dan si tamu laki-laki itu pun menanyakan keberadaan ayah saya. Singkat cerita, adik saya pun  mempersilahkan tamu itu untuk masuk ke dalam rumah dan menunggu.

Karena saat itu adik saya akan mengikuti perkuliahan online, tamu itu pun diminta oleh adik saya untuk menunggu sebentar di ruangan tamu setelah berbasa-basi dan menyuguhinya secangkir kopi.  Saat itu, saya sudah berada di dalam kamar dan memang berniat untuk tidak keluar menemui tamu tersebut dikarenakan saya sedang memakai pakaian santai yang cukup pendek sehingga membuat risih jika harus mendadak bertemu dengan orang lain.

Tamu tersebut memang sudah seringkali datang ke rumah kami. Dan tidak pernah mengabari terlebih dulu sebelumnya. Biasanya dia datang sesudah maghrib dan baru pulang saat larut malam seusai mengobrol selama berjam-jam. Kadang kala kami merasa jengkel karena malam hari itu seharusnya menjadi waktu untuk bersantai atau beristirahat bersama keluarga setelah seharian lelah beraktivitas di luar.

Ketika tadi membuka pintu pun, adik saya sebenarnya sudah memberikan kode bahwa “di rumah tidak ada siapa-siapa” dan “dia tengah sibuk mengikuti perkuliahan online” sebagai isyarat halus bahwa dia sedang tidak ingin menerima tamu.

Tapi tamu tersebut hanya diam saja mendengar perkataan adik saya. Akhirnya, adik saya yang cukup tidak enakan itu pun dengan sedikit rasa enggan mempersilahkan tamu tersebut untuk masuk ke dalam rumah. Setelahnya, kami langsung menelpon orang tua agar segera pulang. Yang sayangnya tidak tersambung.

Saat itu adik saya mengikuti perkuliahan online sembari menemani saya di dalam kamar. Tapi, tidak lama kemudian kami mendengar suara chanel televisi di ruang tengah yang berganti-ganti. Adik saya yang penasaran menengok ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka dan tamu itu sudah berada di sana. Sedang memindah-mindahkan chanel televisi tanpa seizin pemiliknya. Dia juga tidak segan-segan berbaring di atas kasur lantai dan merebahkan dirinya di atas bantal.

Sebenarnya ini bukan kali pertama tamu tersebut berperilaku tidak sopan di rumah kami. Dulu pun, ketika pertama kali datang ke rumah, saya menyaksikannya sendiri bahwa dia dengan santainya menelusuri rumah kami dan duduk di kursi di ruang tengah menonton televisi dengan salah satu kakinya sengaja dia angkat naik ke kursi. Saat itu, orangtua saya sedang sholat. Dan hanya saya saja yang melihat.

Akhirnya, orangtua saya pun datang tak lama kemudian. Saya menceritakan perilaku orang tersebut yang tidak sopan. Karena seenaknya menelusuri rumah orang lain tanpa izin dari pemiliknya bahkan tidak segan-segan menonton televisi dan merebahkan badan begitu saja di kasur lantai di ruang tengah keluarga kami.

Ibu saya pun menegurnya dengan sindiran halus agar tidak menyinggung perasaannya. Bahwa mungkin kami mau menonton televisi dan bisa saja merasa terganggu kalau ada dia. Dan seperti biasa orang itu selalu memposisikan dirinya sebagai korban tidak bersalah padahal umurnya sudah lebih dari lima puluh tahun.

 “Oh, mengganggu ya?” ucapnya tanpa dosa.

Ceritanya saya cukupkan sampai disini.

Sampai disini kira-kira hikmah apa yang bisa diambil? Tentu saja banyak. Salah satunya adalah bahwa saya semakin mengagumi ajaran agama Islam. Betapa lebih dari 1.400 tahun yang lalu Rasulullah S.A.W. yang mulia sudah mengajarkan umatnya untuk memperhatikan adab-adab dalam melakukan kegiatan bertamu ini. Yang meskipun kedengarannya sepele tapi pengaruhnya cukup besar.

Diantara beberapa adabnya adalah sebagai berikut:  

  1. Sebisa mungkin jangan bertamu di tiga waktu ini; selepas subuh (karena terlalu pagi) seusai adzan dzuhur (karena merupakan waktu untuk istirahat dan tidur siang) dan selepas isya (karena waktu untuk keluarga atau berisitrahat) Bahkan dalam Hadist disebutkan bahwa Rasulullah biasa tidur di awal malam (sesudah isya) dan membenci bercakap-cakap yang tidak bermanfaat seusai Isya kecuali pembicaraan yang membangun kedekatan bersama keluarga atau tentang ilmu agama.

  2. Mengucapkan Assalamu’alaikum 3 kali. Jika tidak ada sahutan; maka boleh mengetuk pintu 3 kali. Itu pun dengan ketukan yang tidak membuat penghuni rumah merasa diburu-buru dan terancam.

  3. Jika setelah mengetuk pintu masih tidak ada sahutan jangan sengaja mengintip keberadaan penghuninya lewat kaca jendela. Atau kalaupun tidak diijinkan maka lebih baik pulang. Dan jangan berburuk sangka terhadap sang pemilik rumah. Hal ini bahkan sudah tercantum di dalam Al-Quran Surah An-Nur ayat 28.

  4. Jika dibukakan pintu oleh penghuni rumah maka mintalah izin apakah diperbolehkan masuk rumahnya atau tidak. Menjawab salam tidak sama dengan mengizinkan masuk. Boleh jadi yang bertamu adalah seorang laki-laki dan yang menerimanya adalah perempuan. Ketika suami atau mahram perempuan tersebut tidak ada di rumah maka tamu laki-laki tersebut tidak boleh memaksakan diri untuk masuk dan menunggu di dalam rumah sehingga bisa menimbulkan fitnah. 

  5. Jangan menghadap pintu. Berdirilah di samping kiri atau kanan. Tujuannya; untuk menjaga pandangan. Rumah itu ibarat aurat bagi pemiliknya. Inilah gunanya meminta izin terlebih dahulu; untuk menjaga pandangan.

  6. Jangan berkeliaran di dalam rumah tanpa seizin tuan rumah atau mengedarkan pandangan pada seisi rumahnya karena itu tidak sopan.

  7. Jika sudah selesai menyampaikan keperluan segeralah pulang. Kecuali jika tuan rumah, menghendaki tamunya tersebut untuk diam di rumahnya lebih lama.

  8. Dianjurkan untuk membawa oleh-oleh bagi tuan rumah yang dikunjungi.

  9. Jika disuguhi makanan maka makanlah tanpa berpura-pura sudah kenyang.

  10. Ketika pulang maka doakanlah kebaikan bagi sang pemilik rumah dan maafkan segala kekurangannya ketika menjamu.
Tulisan ini terutama sebagai nasehat bagi diri sendiri. Syukur-syukur bermanfaat bagi orang lain.