![]() |
googleimage.search |
Hidup di dunia patriarki dengan masyarakat yang masih menggantungkan nasib anak perempuannya pada harta kekayaan laki-laki menjerumuskan para wanita ke dalam mental yang tidak mandiri. Sehingga tujuan hidup mereka saat ini hanya berpusat pada bagaimana caranya menggaet pria kaya agar bisa hidup sejahtera. Tanpa mereka sendiri berniat untuk mengembangkan potensi-potensi lain yang ada dalam dirinya karena yang paling penting adalah menjadi cantik. Fenomena miris ini tidak hanya terjadi di dunia nyata tetapi juga banyak terjadi di dalam alur cerita novel. Para perempuan selalu digambarkan sebagai damsel in distress alias makhluk-makhluk indah menawan tapi lemah tak berdaya yang hanya menunggu untuk diselamatkan laki-laki.
Saya sendiri kurang tertarik membaca novel apabila tokoh perempuannya galau, teraniaya atau baperan. Oleh karena itu, kebanyakan novel-novel roman yang saya baca pasti bergenre klasik. Karena biasanya tokoh perempuan dalam novel-novel klasik itu memiliki karakter yang tangguh, dewasa dan tidak berlebihan. Selain itu alasan lainnya adalah karena dalam roman klasik tokoh perempuannya selalu menang.
Selama ini perempuan-perempuan tangguh dengan kecenderungan feminisme yang kuat selalu mendapatkan pandangan miring dari masyarakat. Salah satu yang menjadi pemicu munculnya stigma negatif ini adalah pemahaman masyarakat akan feminisme itu sendiri. Bagi banyak orang feminisme adalah menyama-ratakan antara laki-laki dengan perempuan. Sehingga feminisme banyak dibenci terutama oleh kaum pria karena dianggap memicu pemberontakan wanita kepadanya. Yang pada akhirnya menempatkan wanita-wanita tersebut ke dalam situasi yang tidak sesuai dengan kodrat mereka yaitu sebagai lawan laki-laki.
Intinya, feminisme yang banyak dipahami di dalam masyarakat selama ini adalah jika laki-laki sanggup mengangkat puluhan kilo beban maka perempuan juga harus bisa. Dan segala hal yang menempatkan perempuan menjadi sosok maskulin yang membuang kodratnya sebagai wanita yang lemah lembut dan santun. Padahal feminisme bukanlah persoalan fisik semata tetapi lebih kepada persoalan moral.
Jika dikaitkan dengan tokoh perempuan di dalam novel, nyatanya tidak banyak penulis yang mampu menggambarkan perempuan dengan prinsip-prinsip feminisme tanpa membuatnya terlihat seperti laki-laki. Dari novel-novel yang saya baca, hanya ada beberapa tokoh perempuan yang bisa pas sempurna mewakili feminisme dengan definisi yang sudah saya jelaskan di atas tadi. Diantaranya:
1. Elizabeth Bennet - Pride & Prejudice
Dia adalah tipikal perempuan yang mindset perilakunya setingkat lebih modern dibandingkan wanita-wanita pada zamannya (sekitar tahun 1800-an di Inggris) Jika perempuan-perempuan di zamannya sebagian besar tidak suka membaca karena lebih suka bersolek untuk mendapatkan pria kaya, Elizabeth justru berbeda karena dia senang membaca dan mampu mengungkapkan pendapatnya dengan cara yang baik, akurat sekaligus juga cerdas. Padahal di zaman itu perempuan yang mengungkapkan pendapat akan dianggap lancang dan tidak pantas karena hal tersebut bisa menodai citra perempuan pendiam yang banyak diminati laki-laki. Sehingga jika dilakukan akan memperkecil kesempatan mereka untuk bisa menikah.
Selain itu, Elizabeth juga merupakan tipikal perempuan tangguh dengan prinsip feminisme yang kuat. Meskipun sempat tersinggung karena dibilang "berpenampilan lumayan" oleh Mr. Darcy, Elizabeth membalasnya dengan cara yang elegan. Alih-alih menerima ajakan dansa pria itu pada suatu kesempatan berdansa, Elizabeth menolaknya (meskipun pria itu kaya raya dan dikagumi oleh banyak wanita) namun alih-alih tersinggung, penolakan tersebut justru mampu membuat Mr. Darcy terpesona pada kepribadian Elizabeth dan mereview kembali pendapatnya akan diri Elizabeth.
Jika Elizabeth masih hidup hingga sekarang mungkin dia bukan tipe perempuan yang akan ngomong "gapapa" tapi sebenernya dalam hati benci dan terluka. Bukan juga tipe perempuan yang kalau marah bakalan menghukum pasangannya dengan silent treatment. By the way, silent treatment itu jahat banget lho. Elizabeth adalah salah satu tokoh perempuan feminis favorit saya yang selain anggun dan elegan, dia juga ceria, cerdas dan berwawasan.
2. Scarlett O'Hara - Gone With The Wind
Kalau kamu pernah baca novel legendaris Gone with The Wind karangannya Margaret Mitchell pasti nggak asing lagi dengan gadis keras kepala, manja dan tebar pesona bernama Scarlett O'Hara. Mungkin awal baca novelnya kamu bakalan gemas dengan sifatnya yang egois dan penuh tipu daya. Tapi transformasi Scarlett menjadi perempuan dewasa yang tangguh akibat bencana perang betul-betul keren.
Disaat perempuan-perempuan lain banyak yang depresi dan hanya pasrah menunggu bala bantuan karena situasi perang, Scarlett berinisiatif memimpin kelompoknya untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Scarlett yang dulu manja sudah tiada. Berganti dengan perempuan yang tangguh dan dewasa. Selain itu, Scarlett juga tetap semangat meskipun harus membangun kembali bisnisnya dari nol yang sempat hancur akibat perang hingga akhirnya dia berhasil mendulang kesuksesan yang besar.
3. Anne Elliot - Persuasion
Disaat banyak perempuan yang gampang baper dan suka bergosip, Anne Elliot mampu menampilkan dirinya sebagai sosok perempuan dewasa yang pandai mengendalikan emosi. Kebayang nggak sih ketika setiap hari harus dihadapkan untuk melihat mantan pacar yang masih dicintai sedang dekat dan diisukan dengan perempuan lain? Apalagi tanpa satu pun orang yang bisa dijadikan teman bercerita. Pastinya sulit dan nggak mudah. Itulah juga yang dirasakan oleh Anne Elliot. Tapi kerennya Anne bisa melewatinya dengan sangat elegan!
Jika Anne Elliot benar-benar hidup di dunia nyata saat ini, pastilah dia bukan tipe perempuan yang akan update status galau di medsos untuk curhat. Bukan pula tipe perempuan yang suka ikut campur urusan orang lain. Semua perasaan pahitnya akan dia telan dan simpan sendiri. Cukuplah Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai tempat dia mengadu dan mengobati diri. Sifatnya yang tenang dan dewasa mampu membuat Anne terlihat lebih tangguh jika dibandingkan dengan adiknya yang hobi bergosip dan mengeluh untuk hal-hal kecil walaupun adiknya tersebut sudah lebih dulu menikah dan punya tiga orang anak.
Meskipun Anne terlihat biasa-biasa saja dengan hidupnya namun sebenarnya dia juga sedang menghadapi masalah yang nggak bisa dibilang gampang. Anne sendiri digambarkan sebagai sosok yang berperangai lembut dan sopan tapi juga dengan kecenderungan feminisme yang kuat pada prinsip hidupnya. Sifat teguh Anne pada prinsipnya ini tidak lantas membuatnya nampak kasar atau terkesan seperti laki-laki. Anne malah tetap bisa terlihat sebagai seorang feminist garis keras meskipun dia seutuhnya berperilaku lemah lembut sebagai seorang perempuan. Jadi, siapa bilang kalau mau jadi feminist itu harus kasar? Mungkin kamu belum pernah kenalan sama Anne Elliot.
Akhir kata semoga kamu-kamu yang masih hidup di dunia nyata bisa mengambil pelajaran lewat kisah hidup perempuan-perempuan tangguh ini. Be fabulous and stay strong! See you!